TEMPO.COJakarta – Dalam survei Indonesia Venture Capital Outlook 2017 oleh Google dan A.T. Kearney, terdapat empat saran untuk pelaku startup dari hasil wawancara dengan pemberi modal ventura. Pihak perusahaan modal ventura atau Venture Capital (VC) menyorot 4 area utama yang dapat dilakukan untuk mempercepat kemajuan ekosistem start-up Indonesia. Keempatnya adalah pengembangan sumber daya manusia, insentif perpajakan, opsi pendanaan, serta kemudahan memfasilitasi start-up.

“Kita menanyakan responden-responden. Kedepannya, kalau kita ingin tetap tumbuh berkesinambungan hal apa yang bisa kita perbaiki di Indonesia. Ada 4 hal yang muncul, yaitu talent development, fiscal incentives, funding and exit options, dan start-up facilities,” kata Sales Operations & Strategy Lead Google Mifza Muzayan, di Jakarta, Selasa 19 September 2017.

Terdapat beberapa kutipan dari investor mengenai pengembangan bakat, investor bilang saat ini sangat susah untuk mencari pendiri dan engineer yang berkualitas. Lalu, bagaimana caranya agar mempermudah izin orang-orang di luar Indonesia untuk dapat berkreasi di Indonesia.

Dalam fiscal incentives, bagaimana caranya agar investor bisa menurunkan pajak pendapatan untuk investor maupun startup. Kemudian bagaimana caranya orang luar masuk ke Indonesia untuk membangun startup, gimana caranya mereka terlindungi dari hal perpajakan. “Supaya Indonesia competitive dibandikan negara-negara lain,” kata Mifza Muzayan.

“Yang ketiga adalah funding dan exit options. Bisa atau tidak kita meng-create opsi-opsi dimana dana semakin banyak masuk ke dalam ekosistem kita. Bagaimana caranya supaya orang yang sudah berinvestasi di start up itu bisa keluar akhirnya balik modal, bahkan berlipat-lipat,” kata Mifza Muzayan.

Yang keempat start up facilitation, bagaimana caranya kita mempermudah regulasi untuk start up dari mulai administrasi, pendaftaran PT, dan segala macam supaya lebih lancar. Selanjutnya bagaimana dapat membangun ekosistem start up di Indonesia supaya mereka semua dapat bertukar pikiran.

Google dan A.T. Kearney Study melakukan survei lebih dari 25 responden dari venture capital lokal dan mancanegara, 58 persen VC lokal dan 42 persen VC mancanegara. VC lokal merupakan VC yang memiliki kantor di Indonesia dan sebagian invetasinya di dalam negeri, sedangkan VC mancanegara merupakan VC yang bisa saja memiliki kantor di Indonesia namun sebagian besar investasinya ada di luar negeri.

“Kita ada beberapa rekomendasi sebenarnya. Dari sini kita membandingkan apa yang terjadi di Indonesia masukan dari survei responden kita dan kemudian kita bandingkan dengan apa yang terjadi negara-negara lain, program-program apa yang sudah jalan,” kata Mifza Muzayan.

Prancis dalam hal talent development, di sana memiliki French Tech Visa. Suatu Visa 4 tahun untuk pendiri, pegawai, atau investor start up. Adapun French Tech Ticket, bagi seseorang yang memiliki ide akan dibolehkan masuk, diberikan uang, dikasih mentorship selama satu tahun, dan diperkenalkan kepada jaringan-jaringan yang ada di Prancis, maupun Uni Eropa.

Adapun India sebagai contoh dalam sorotan fiscal incentives. India mulai mengeksplorasi hal-hal mengenai fiscal incentives.

“Jadi mereka punya proteksi terhadap intellectual property untuk start up mereka. Dalam hal regulasi yang sama mereka juga mulai ada tax exemptions buat start up maupun investor yang masuk dan menginvestasi uang mereka,” kata Mifza Muzayan.

Dalam hal fiscal incentives, sudah ada diskusi antara amvesindo dan pemerintah untuk membuat regulasi yang berkesinambungan dan menguntungkan bagi investor, start up, maupun pemerintah. “Dari sisi regulasi Pak Jokowi regulasi sudah jalan terus. Ini saya rasa semuanya sudah positif, tinggal kita jalanin saja,” kata managing partner East Ventures Wilson Cuaca.

Funding and exit options, mengambil contoh dari China. “China itu punya National VC Fund dananya dari BUMN-BUMN China jumlahnya sudah sekita 2,6 bilion dollar untuk mereka investasikan di star up,” kata Mifza Muzayan.

Kemudian China juga memiliki Chinext, semacam bursa yang mereka bisa listing start up teknologi dengan regulasi yang berbeda dengan bursa-bursa utama.

“Pada start up facilitation. Pemerintah bisa dan mungkin stakeholder, seperti teman-teman Amvesindo bisa berperan penting di sini,” kata Mifza Muzayan.

Contohnya pada start up Chile mereka membuat accelerator, dimana mereka membuat komunitas startup, mereka sediakan tempatnya, kemudian mereka bisa bekerja dan bertukar pikiran. Peran pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti Google dan A.T. Kearney untuk sama membangun komunitas dan ekosistem digital, serta untuk membangun Indonesia.

Sumber Referensi : https://m.tempo.co/read/news/2017/09/20/090910804/empat-nasehat-investor-untuk-pelaku-industri-start-up-indonesia